Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan aturan penentuan bentuk perjuangan tetap bagi orang pribadi ajaib atau tubuh ajaib yang melaksanakan perjuangan di Indonesia. Hal ini diatur lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.03/2019 perihal penentuan bentuk perjuangan tetap (BUT) yang telah berlaku semenjak tanggal diundangkan pada 1 April 2019 lalu.
Kasubdit Perjanjian dan Kerja sama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Dwi Astuti menyampaikan aturan ini mempertegas status BUT sehingga memperlihatkan kepastian aturan bagi setiap pelaku perjuangan baik yang berbentuk tubuh maupun pribadi mengenai hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam aturan ini ditetapkan kriteria tubuh perjuangan atau orang pribadi ajaib yang harus mendaftarkan dirinya sebagai BUT di Indonesia.
"Ini lebih memperlihatkan kepastian aturan di lapangan semoga para pelaku perjuangan khususnya orang ajaib atau tubuh orang ajaib ada kejelasan untuk mendaftarkan diri sebagai BUT di Indonesia. Karena di sini diatur kriterianya," katanya ketika ditemui di Gedung Transmedia, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Orang pribadi ajaib atau tubuh ajaib harus mendaftar menjadi BUT kalau memenuhi tiga kriteria itu. Di antaranya mempunyai suatu daerah perjuangan di Indonesia, daerah perjuangan tersebut bersifat permanen dan dipakai untuk menjalankan perjuangan atau melaksanakan kegiatan.
Dalam PMK ini, orang pribadi atau tubuh ajaib yang menjalankan perjuangan wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pendaftaran diri untuk mendapatkan NPWP dilakukan paling usang satu bulan sehabis ketika mulai menjalankan perjuangan di Indonesia.
"Ketika ia memenuhi 3 persyaratan ini maka ia wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP," jelasnya.
PMK ini juga mengatur BUT bagi orang pribadi ajaib atau tubuh ajaib yang tak termasuk kriteria di atas. Beberapa ketentuannya menyerupai proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, proteksi jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Kemudian orang atau tubuh yang bertindak selaku biro yang kedudukannya tidak bebas. Dan terakhir, biro atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang mendapatkan premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
"Kalau dibaca aturannya, tidak hanya ke bisnis OTT (over the top) saja. Tapi sepanjang bisnisnya memenuhi 3 syarat tadi. Misalnya konstruksi, ia berikan jasa, atau biro asuransi, atau ada biro yang tidak bebas (dependent agen), itu juga sanggup pribadi kita berlakukan sebagai BUT atau ia mendaftar ke BUT," ujarnya.
"Kalau contohnya untuk jasa konstruksi, ia melampaui time test nggak keberadaannya di Indonesia. Jasa juga menyerupai itu, apakah ia melewati periode tertentu di Indonesia. Ketika ia sudah melewati periode-periode tertentu kan mereka juga ditentukan sebagai BUT," ujarnya.
Adapun kewajiban pajak yang berbentuk BUT akan sama dengan Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN).
"Artinya nanti sehabis ia terdaftar, kewajibannya akan sama dengan yang lain. Dia akan dikenakan PPh, PPN dan apapun yang jadi kewajiban wajib pajak dalam negeri lainnya juga akan diimpose ke BUT ini," jelasnya.
Dengan adanya pertambahan wajib pajak yang terdaftar nantinya, maka jumlah penerimaan dipastikan akan bertambah. Namun demikian Dwi enggan menyebutkan potensi pertambahan penerimaan dengan adanya aturan gres ini.
"Bahwa nanti akan ada penerimaan, secara logika ketika ada penambahan wajib pajak, niscaya akan ada penambahan penerimaan yang kita terima. Tapi berapa jumlahnya nggak sanggup kita hitung. Apalagi ini gres per 1 April 2019," katanya.
Regulasi ini sendiri tentunya akan menciptakan perusahaan over the top (OTT) ajaib menyerupai Google, Facebook, Twitter, Netflix dan sejenisnya kian sulit berkelit dari pajak. Meski demikian, Dwi enggan menyebut nama-nama perusahaan OTT yang jadi objek pajak dari ketentuan gres ini.
"Pokoknya siapapun yang memenuhi kriteria itu ya ia harus daftar," tuturnya.
Sumber detik.com
Kasubdit Perjanjian dan Kerja sama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Dwi Astuti menyampaikan aturan ini mempertegas status BUT sehingga memperlihatkan kepastian aturan bagi setiap pelaku perjuangan baik yang berbentuk tubuh maupun pribadi mengenai hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam aturan ini ditetapkan kriteria tubuh perjuangan atau orang pribadi ajaib yang harus mendaftarkan dirinya sebagai BUT di Indonesia.
"Ini lebih memperlihatkan kepastian aturan di lapangan semoga para pelaku perjuangan khususnya orang ajaib atau tubuh orang ajaib ada kejelasan untuk mendaftarkan diri sebagai BUT di Indonesia. Karena di sini diatur kriterianya," katanya ketika ditemui di Gedung Transmedia, Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Dalam PMK ini, orang pribadi atau tubuh ajaib yang menjalankan perjuangan wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pendaftaran diri untuk mendapatkan NPWP dilakukan paling usang satu bulan sehabis ketika mulai menjalankan perjuangan di Indonesia.
"Ketika ia memenuhi 3 persyaratan ini maka ia wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP," jelasnya.
PMK ini juga mengatur BUT bagi orang pribadi ajaib atau tubuh ajaib yang tak termasuk kriteria di atas. Beberapa ketentuannya menyerupai proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, proteksi jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
Kemudian orang atau tubuh yang bertindak selaku biro yang kedudukannya tidak bebas. Dan terakhir, biro atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang mendapatkan premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.
"Kalau dibaca aturannya, tidak hanya ke bisnis OTT (over the top) saja. Tapi sepanjang bisnisnya memenuhi 3 syarat tadi. Misalnya konstruksi, ia berikan jasa, atau biro asuransi, atau ada biro yang tidak bebas (dependent agen), itu juga sanggup pribadi kita berlakukan sebagai BUT atau ia mendaftar ke BUT," ujarnya.
"Kalau contohnya untuk jasa konstruksi, ia melampaui time test nggak keberadaannya di Indonesia. Jasa juga menyerupai itu, apakah ia melewati periode tertentu di Indonesia. Ketika ia sudah melewati periode-periode tertentu kan mereka juga ditentukan sebagai BUT," ujarnya.
Adapun kewajiban pajak yang berbentuk BUT akan sama dengan Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN).
"Artinya nanti sehabis ia terdaftar, kewajibannya akan sama dengan yang lain. Dia akan dikenakan PPh, PPN dan apapun yang jadi kewajiban wajib pajak dalam negeri lainnya juga akan diimpose ke BUT ini," jelasnya.
Dengan adanya pertambahan wajib pajak yang terdaftar nantinya, maka jumlah penerimaan dipastikan akan bertambah. Namun demikian Dwi enggan menyebutkan potensi pertambahan penerimaan dengan adanya aturan gres ini.
"Bahwa nanti akan ada penerimaan, secara logika ketika ada penambahan wajib pajak, niscaya akan ada penambahan penerimaan yang kita terima. Tapi berapa jumlahnya nggak sanggup kita hitung. Apalagi ini gres per 1 April 2019," katanya.
Regulasi ini sendiri tentunya akan menciptakan perusahaan over the top (OTT) ajaib menyerupai Google, Facebook, Twitter, Netflix dan sejenisnya kian sulit berkelit dari pajak. Meski demikian, Dwi enggan menyebut nama-nama perusahaan OTT yang jadi objek pajak dari ketentuan gres ini.
"Pokoknya siapapun yang memenuhi kriteria itu ya ia harus daftar," tuturnya.
Advertisement
EmoticonEmoticon