Jakarta - Utang Luar Negeri Indonesia kuartal I 2019 tercatat US$ 387,6 miliar atau setara dengan Rp 5.542,6 triliun (kurs Rp 14.300).
Dari data BI ULN pemerintah tercatat US$ 187,7 miliar atau tumbuh 3,6%. Sementara itu untuk ULN swasta US$ 197,1 miliar tumbuh 12,8% dibandingkan kuartal sebelumnya.
BI menyebut pertumbuhan ULN pemerintah terjadi alasannya ialah adanya kenaikan arus masuk dana investor absurd di surat berharga negara (SBN) domestik dan penurunan outstanding SBN dalam valuta absurd (valas) sejalan dengan pelunasan global bonds yang jatuh tempo pada Maret 2019.
Kemudian untuk ULN swasta yang tumbuh lebih tinggi didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, pengadaan listrik, gas, uap atau air panas dan udara serta pertambangan dan penggalian. Pangsa ULN keempat di sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,2%.
"Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada selesai triwulan I 2019 yang relatif stabil sebesar 36,9%," ujarnya.
Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang yang mempunyai pangsa 86,1% dari total ULN. Dengan perkembangan tersebut, meskipun ULN Indonesia mengalami peningkatan, namun masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat.
Baca juga: Derasnya Aliran Dana Asing di Tahun Politik |
Bank Indonesia dan Pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan kiprahnya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang sanggup memengaruhi stabilitas perekonomian.
Dari data statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI) negara yang paling banyak memperlihatkan utang ke Indonesia ialah pertama Singapura yakni sebesar US$ 64 miliar, kemudian diikuti oleh Jepang US$ 29,01 miliar, kemudian Amerika Serikat (AS) 21,3 miliar.
Kemudian berikutnya ialah negara Cina US$ 17,9 miliar, selanjutnya Hong Kong US$ 15 miliar dan negara Asia lainnya US$ 10,4 miliar. Sumber detik.com
Advertisement
EmoticonEmoticon