Waspadai Penurunan Neraca Pembayaran

- 19.29
advertise here
advertise here
Foto: KeinFoto: Kein

Jakarta - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mendorong pemerintah untuk tidak bergantung pada modal absurd yang masuk (capital inflow) lantaran akan menjadi liabilitas di masa yang akan tiba dan akan menjadi beban bagi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Capital inflow terdiri dari investasi pribadi (modal ekuitas dan utang), investasi portofolio (modal ekuitas dan utang), derivatif finansial, dan investasi lainnya.

Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menyampaikan investasi pribadi dan investasi portofolio berbasis utang tentunya akan diikuti dengan kewajiban pembayaran bunga.

"Investasi berbasis utang harus diwaspadai lantaran dalam jangka panjang akan menjadi liabilitas dan memperlihatkan imbas terhadap neraca pembayaran. Oleh lantaran itu, utang tersebut harus dimanfaatkan untuk acara produktif," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (13/5/2019).


Selain harus menjaga NPI, pemerintah juga harus terus memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dengan cara menekan impor dan menggenjot ekspor. Jangan sampai, peningkatan surplus neraca perdagangan yang terjadi pada tiga bulan awal tahun ini tidak sanggup ditingkatkan atau bahkan tidak sanggup dipertahankan secara terus menerus. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka stabilitas likuiditas

Adapun beberapa sektor yang memperberat CAD ialah jasa pemeliharaan dan perbaikan, jasa transportasi, jasa asuransi dan dana pensiun, jasa keuangan, biaya penggunaan kekayaan intelektual, jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi dan jasa bisnis lainnya.


Seperti yang diketahui, data Bank Indonesia (BI) menyebutkan NPI kuartal I-2019 surplus sebesar US$2,4 miliar. Meskipun demikian, nilai tersebut turun apabila dibandingkan dengan surplus kuartal IV-2018 sebesar US$5,4 miliar. Sementara itu, defisit CAD kuartal I-2019 memperlihatkan perbaikan, yakni sebesar US$ 7 miliar atau setara 2,6% dari produk domestik bruto.

"Hal ini harus dipahami dengan baik oleh pemerintah terutama Kementerian Perdagangan sehingga sanggup direspons dengan kebijakan-kebijakan yang cepat," ucapnya.

Salah satu yang menjadi fokus Arif ialah defisit neraca jasa yang disebabkan oleh jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi. Mengacu pada data BI, pada kuartal I-2019 sektor tersebut menyumbang defisit sebesar US$ 338,84 juta. Menurutnya, hal itu sanggup dicegah apabila penggunaan aplikasi anak bangsa terus didorong, sehingga tidak perlu lagi bergantung terhadap aplikasi-aplikasi luar negeri menyerupai WhatsApp, LINE, dan sebagainya.

Berdasarkan penelusuran KEIN, tercatat banyak startup buatan anak bangsa yang juga mempunyai fungsi yang sama dengan aplikasi-aplikasi luar negeri tersebut. Sebut saja Call Indonesia atau callind, yang merupakan aplikasi messenger buatan perempuan muda asal Jawa Tengah. Kemudian, Indonesia pernah diwarnai oleh Koprol, aplikasi sejenis yahoo messenger yang kemudian diakuisisi oleh Yahoo.

"Kalau pun memang harus mengimpor telekomunikasi, komputer, dan informasi, jangan untuk acara yang tidak produktif, akan tetapi pemanfaatan teknologi tersebut harus sanggup diarahkan untuk mendukung perusahaan berbasis teknologi karya anak bangsa," ujar Arif.

Oleh lantaran itu, mengacu pada permasalahan di atas, sambungnya, pemerintah harus memperkuat NPI dan CAD secara struktural. Pasalnya arus modal absurd bersifat volatile dan berimplikasi pada peningkatan liabilitas dalam jangka panjang. Instrumen utang dan ekuitas mempunyai konsekuensi pada membengkaknya pendapatan primer.

"Dengan demikian, pemerintah harus fokus ke perbaikan struktural yang mendasar melalui investasi yang produktif sehingga berimplikasi pada ekspor barang dan jasa dan pada jadinya memperbaiki neraca dagang dan jasa," tutup Arif.

Sumber detik.com
Advertisement advertise here


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search